INFOGRESIK – Kurang adanya transparasi dalam pengelolaan uang hasil penjualan limbah besi scrab ex tiang pancang proyek Smelter Gresik PT Freeport Indonesia (PTFI) di KEK JIIPE membuat warga di ring satu melakukan aksi protes ke PT KSO (Kerja Sama Operasi) Yayasan Ta’mir Masjid Manyar (YATAMAM).
Para perwakilan dari 6 desa tersebut sejak Kamis (8/12/2022) pagi mendatangi Pusat Transformasi Bersama (PTB) PT KSO YATAMAM di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Adapun perwakilan enam desa hadir yakni Desa Watuagung, Kramat, Tajung Widoro dan Bedanten di Karangrejo serta perwakilan Desa Banyuwangi.
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mengumumkan 9 desa yang ditetapkan masuk ring 1 akan menjadi prioritas, baik dalam tenaga kerja, corporate social responsibility (CSR), maupun kemitraan lainnya. Kesembilan desa itu meliputi 5 desa di Kecamatan Manyar yakni Manyar Sidorukun, Manyarejo, Manyar Sidomukti, Karangrejo, dan Banyuwangi sedangkan 4 desa berada di Kecamatan Bungah yakni Bedanten, Tanjung Widoro, Kramat, dan Watuagung.
Kepala Desa Kramat, Taufik mengatakan pihaknya meminta PT KSO YATAMAM membagikan jatah hasil pengelolaan sampah besi limbah kontruksi proyek Smelter kepada 9 desa secara transparan. Sebab jika tidak, akan menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat desa.
“Kalau tidak transparan nanti bahkan bisa menimbulkan fitnah di masyarakat, sebab masyarakat taunya sampah besi limbah kontruksi proyek Freeport diberikan kepada 9 desa ring 1, nanti dikira diambil kepala desa dan perangkat saja, kalau seperti itu kita yang kena fitnah, padahal kita tidak tau dan tidak pernah diajak bicara,” ungkap Taufik.
“Kalau memang desa-desa kami ini ditinggal oleh KSO, maka kami punya inisiatif atau cara sendiri,” imbuhnya.
Senada, Kepala Desa Watuagung, Zamrozi menambahkan, pihaknya meminta pengelolaan dan hasil penjualan limbah besi dari proyek Smelter dapat dikelola masing-masing Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau Bumdesma.
Ditambahkan Zamrozi, selama ini Bumdesma Mengare memang mendapatkan hasil dari penjualan alokasi limbah besi tersebut. Akan tetapi nilainya sangat kecil. Sedangkan prosentasi lebih besar diterima PTB atau KSO Yatamam.
“Tuntutan kami sederhana, alokasi limbah besi pengelolaan menjadi kewenangan penuh masing-masing Bumdes,” ujar Zamrozi.
Sementara, Direktur Umum PTB Azhar menyatakan bahwa, ada dua mekanisme distribusi sampah besi limbah kontruksi proyek Smelter yakni melalui mekanisme trial (uji coba) dan direct sale (penjualan langsung). Untuk menjalankan mekanisme itu, desa harus menyajikan buyer (pembeli) yang memiliki legalitas resmi.
“Kami baru berjalan dua bulan untuk pengelolaan limbah besi Freeport ini. Khusus trial, lahan PT KSO hanya mampu menampung untuk jatah 3 desa Manyar komplek, sebab PT Freeport hanya menyewa lahan seluas 1 hektar, itu belum dibuat loading, perkantoran dan lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, dikatakan Azhar, distribusi hasil pengelolaan sampah besi limbah kontruksi proyek Smelter bisa berbentuk uang tunai dan program yang dilaksanakan di desa-desa. Seperti santunan anak yatim piatu, maupun program-program pemberdayaan dan pembangunan infrastruktur desa.
“Bisa berupa uang tunai maupun program-program, untuk selanjutnya nanti akan ada pertemuan lagi terutama membahas terkait transparansi, pembagian, maupun harga sampah besi,” jelasnya.
Ditempat yang sama, Perwakilan PT Freeport Indonesia Rio mengungkapkan, PT Freeport Indonesia sudah berkomitmen untuk memberikan manfaat untuk masyarakat. Salah satunya dengan menunjuk PTB untuk menerima dan mengolah sampah limbah besi scrab ex tiang pancang proyek Smelter.
“Sampah besi hasil konstruksi ada timeline-nya. Januari tahun depan kemungkinan sudah tidak ada lagi. Jadi bapak-bapak jangan ribut dan berdebat soal ini. Freeport mempercayakan ini ke PTB untuk mendistribusikan manfaatnya ke masyarakat. Ada aturan perusahaan dan regulasi yang harus diikuti. Semua ada prosesnya,” terangnya.
Alotnya mediasi membuat dalam pertemuan kali ini menemui jalan buntu. Direncanakan, pembahasan lebih dalam akan dilanjutkan dalam dua pekan kedepan dengan melibatkan seluruh perwakilan Bumdes dari 9 desa terdampak.