INFOGRESIK – Pernikahan dini di Kabupaten Gresik masih tinggi. Hal ini berdampak pada meningkatnya angka perceraian. Tercatat, selama 2022 angka perceraian mencapai 3.147 perkara.
Menanggapi persoalan tersebut, Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Manyar menggelar Diskusi Merawat Akal Sehat ‘Fenomena Nikah Usia Dini di Kota Santri’ di Kedai Adarina GKB, Kamis (26/1/2023).
Hadir sebagai narasumber Anggota Komisi X DPR RI Prof. Zainuddin Maliki, Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Gresik Rakhmat Hidayat, Plt. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A) Kabupaten Gresik dr. Ummi Khoiroh, Akademisi Abd. Sidiq Notonegoro, dan moderator Nabila Eka Agustin Siswi SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A) Kab. Gresik dr. Ummi Khoiroh mengatakan, fenomena nikah dini dimulai dari pengajuan dispensasi nikah. Secara kasuistik 70-80 persen dari 258 kasus mulai tahun 2022 diakibatkan LKMD (Lamaran Kari Meteng Disek).
“Mekanisme legalitas memang melalui Pengadilan Agama sesuai aturan yang berlaku. Namun tetap dibuat kausal look, yaitu kegiatan pencegahan hingga penanganan atau perlakuan yang harus dipenuhi. Mulai dari psikologis, pendidikan, biologis, dan kesiapan fisik. Anak berhak tumbuh, mendapat perlindungan, pendidikan, dan lingkungan yang baik,” ungkapnya, Kamis (26/1/2023).
Ketua PC Pemuda Muhammadiyah Manyar Gresik Rosyidul Arifibillah mengatakan degradasi moral mempengaruhi keimanan dan akhlak saat ini. Isu kontroversial tersebut juga tidak dibenarkan dengan alasan tingginya libido, hukum sosial, dan eksploitasi agama.
“Ada emosional yang larut dalam fenomena tidak lazim ini, maka dari kita kulik makna kecelakaan sendiri, bagaimana bisa disebut kecelakaan jika dilakukan secara sadar namun tidak mau menanggung resiko. Kita memiliki andil menekan angka serta mengatasi fenomena nikah dini dari berbagai komposisi,” katanya.
Sementara, Anggota Komisi X DPR RI Prof Dr Zainuddin Maliki mengungkapkan pernikahan dini diakibatkan oleh lembaga pendidikan yang hanya fokus mencetak tenaga kerja sesuai pasar, hal demikianlah yang melunturkan akhlak. Dibutuhkannya keselarasan antara gaya berfikir, pendidikan, dan akhlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya.
“Lembaga pendidikan yang hanya membangun otak saja akan memunculkan teori stimulus menentukan respon. Apabila terjadi kesenjangan antar keduanya, muncullah hal yang berbahaya yaitu deprivasi progresif. Mereka yang mengalami cenderung mudah terganggu jiwanya sehingga timbul pikiran aneh untuk nikah dini. Karena berada diketidakseimbangan jiwa,” tuturnya.
Di era digital, faktor media juga mempengaruhi pola pikir dalam melihat hubungan lawan jenis. Serta contoh adab yang kurang tepat diimplementasikan.
“Kita perlu membangun kecerdasan digitalisasi. Membumikan islam yang sesuai dengan ajarannya,” pungkasnya.